29 Juli 2008

Berjuang untuk tanah harapan


Berjuang untuk tanah harapan
Antonius Ratu Gah / 17 Juli 2008



Dua jam lebih kami duduk minum teh, di salah satu cafe di Pejaten, Pasar Minggu. Tepat di depan mata, ada secangkir teh beraroma manis sepat, ini aroma khas teh merek Upet dari Cirebon. Sebuah piring kecil berisi kentang goreng, saus sambel dan acar daun selada. Beberapa kali saya mengaduk gula batu yang masih utuh, sayang nanti kalau dingin.

Lama saya termangu di ruangan itu sambil menikmati lembutnya instrumen musik yang sengaja disetel oleh pemiliknya. Saya tersentak ketika tiba-tiba handpone berbunyi, sms rupanya,”Hi, Mas lagi ngapain? udah kelar ngedit berita Dompu?” SMS dari Mbak Rini, rekan kerja yang kebetulan sama-sama ke Dompu – Nusa Tenggara Barat (NTB).

Rupanya, bunyi SMS tadi mengingatkan saya. Akhir maret lalu, kami berada di Dompu, meliput dan berdiskusi, dengan sudut pandang prospesktif-optimis, membuat saya tergerak menulis ini.

Bicara soal Dompu, mengingatkan saya pada seorang aktivis, Muttakun, Yang “ngotot” berjuang bersama petani,sempat di tahan karena pengabdiannya, bergerak di lini depan saat bicara soal tata kelola hutan. Bukan hanya itu, Muttaqun di cap “doyan demo” lantaran sering kali menggalang petani bicara soal tanah harapan mereka.

Walaupun demikian, aksi Muttakun tetap berlanjut. Semua kemungkinan yang ada ditempuhnya. Mulai dari turun ke jalan melakukan demonstrasi, melebarkan jaringan hingga melobby wakil rakyat, walau hasil belum nampak.

Muttakun sempat bercerita, saat mengadakan pertemuan dengan petani, Polhut menangkap dirinya. Begitu juga dengan petani lainnya. Sebagian dari mereka, ditangkap aparat saat menuju ke lahan garapan. Dalam keadaan tangan diborgol dinaikkan ke truk Dalmas. “Kita ke kantor Camat, ada pertemuan di sana,” kata seorang aparat. Nyatanya malah digiring menuju ke Polres. Kejadian ini terjadi di daerah So Jati, So Ncando So La Lembo, beberapa tahun lalu.

Hati saya bergetar saat mewawancarai beberapa warga di daerah So Jati. Raut muka penuh harap jelas terlihat di wajah mereka, sebagiannya baru lepas dari tahanan. Lantas, dalam hati saya bertanya “Apakah getaran yang sama, juga ada di dalam hati Syaifurrahman Salman selaku Bupati Dompu?”. Kalau betul getaran itu ada, kita boleh lega.
Ada harapan Dompu akan menjadi lebih baik di bawah kepemimpinannya. Namun kalau kenyataannya berbanding terbalik, itu pertanda bahwa nasib petani kita akan begini-begini saja. Harapan untuk bisa hidup lebih baik hanya bersifat utopis daripada realistis. Hal itu disebabkan Para pengambil kebijakan tidak bisa menerjemahkan simpul-simpul permasalahan, seperti yang dikemas dalam demo-demo petani turun ke jalan.

Setulusnya saya percaya bahwa Syaifurrahman Salman sudah berusaha memahami ini. Namun, usaha itu tampaknya masih kurang keras. Sejauh ini petani masih belum bisa tersenyum, apalagi tertawa.

Melihat ini semua, Muttakun berharap dapat berdiskusi dengan Bupati. Sayangnya kesempatan itu tak kunjung datang, setelah beberapa kali permintaan untuk bertemu di tolak dengan berbagai alasan.

Tentunya tidak mudah melihat masalah ini. Namun sejujurnya saya katakan “Kita semua harus berusaha mencari jalan keluarnya,” dengan berupaya dan tetap fokus menuntaskan masalah petani di So Jati, So Ncando La Lembo, jangan sampai kasus itu akan menjadi pemicu mengerasnya sikap “Fortani”. Dompu bisa repot dan kehabisan energi jika hal itu sampai terjadi. Agar “usaha” yang dilakukan Muttakun tersebut tumbuh subur, ada beberapa langkah yang perlu segera dilakukan.

1. Ciptakan Suasana yang mendesak (Sense of Urgency)
Semua pihak harus disadarkan, bahwa institusi Anda berada pada situasi yang gawat. Kalau tidak diatasi segera, dapat masuk ke “ruang gawat darurat.” Mulai mendiskusikan indikator-indikator krisis, hal-hal yang berpotensi krisis, dan peluang-peluang yang ada di balik krisis itu. Maka tugas Anda adalah mengajak semua orang melihat apa yang Anda lihat. Ingatlah, pada setiap masalah yang sama, dua orang berdekatan bisa melihat dengan kesimpulan yang berbeda.

2. Membentuk Koalisi Gerakan yang Kokoh
Perubahan biasanya dimulai dari satu atau dua orang, tetapi ia tidak akan efektif kalau tidak mendapat dukungan dari suatu kekuatan massa yang besar. Massa yang besar umumnya baru bergerak kalau orang banyak sudah bergerak. Oleh karena itu, Anda sebaiknya membentuk koalisi untuk mendukung gerakan. Mereka ini bertugas memotret, menjelaskan, memantau, dan mendorong orang-orang di sekitarnya untuk ikut mendukung gerakan Anda.

3. Membangun Visi
Anda dan Koalisi harus bekerja menerjemahkan Visi ke depan. Tanpa Visi pengikut akan kehilangan arah.

4. Komunikasi Visi
Visi yang baik terkomunikasi dengan jelas dan terarah

5. Mendorong Para Pengikut bertindak sesuai dengan Visi
Anda mempunyai Visi agar semua orang dapat bertindak untuk mencapai visi. Termasuk di dalamnya adalah mendorong agar Tim lebih berani mengambil langkah-langkah beresiko dan keluar dengan gagasan-gagasan original, dan melakukan terobosan-terobosan kreatif.

6. Raihlah kemenangan-kemenangan pendek
Keberhasilan pada umumnya tidak dapat dicapai dalam tempo yang singkat. Jangan kaget bila Anda menemui banyak orang yang keletihan, hilang arah, tercecer di tempat-tempat tertentu. Jarak yang jauh dapat melemahkan semangat tim. Oleh karena itu penting bagi Anda untuk memberikan kemenangan-kemenangan “antara” agar para pengikut mengetahui dimana mereka berada, dan terus bersemangat mencapai tujuan.

7. Jangan berhenti, Teruslah Lakukan konsolidasi
Dengan memanfatkan momentum yang ada, Anda hendaknya terus memperbaharui sistem, struktur, kebijakan-kebijakan dll. Jangan mengumumkan kemenangan terlalu dini, agar para pengikut tidak cepat-cepat minta untuk beristirahat.

Saya paham, Petani-petani itu ingin secepatnya masalah ini selesai dan mereka dapat menggarap kembali tanahnya. Tetapi juga perlu dicamkan, dibutuhkan pengorbanan. Saat ini mereka sedang sakit, supaya sehat, harus rela menelan pil pahit, menerima infus, menjalani operasi yang berdarah-darah, kadang menerima suntikan yang menyakitkan, atau mungkin barangkali diamputasi. Mereka harus beristirahat beberapa waktu. Kalau proses ini dapat dilewati, mereka akan bangkit dan sehat lagi. Oleh karena itu, semua proses tidak bisa dilakukan tanpa perhitungan yang masak.

Sebagai catatan akhir, teruslah berjuang. Kita harus mengetahui kekuatan kita, Kita juga harus menghitung kekuatan musuh, kemudian kita harus tahu di mana kita berperang, kalau melihat kemungkinan jalan kita buntu, adakah jalan lain untuk kita mundur sementara dan mengatur strategi lain untuk menggempur musuh kembali ? (Sun Tzu)

Ode buat Gerakan Pemuda GPIB Effatha


Ode buat Gerakan Pemuda GPIB Effatha
(Antonius Ratu Gah, 28 Juli 2008)

Gerakan Pemuda (GP) GPIB Effatha sudah berumur 58 tahun, tetapi gregetnya masih belum terasa. “ Kok makin melempem ya ? kalau dulu jaman tahun 80 – 90 an anak-anak GP nya seabreg-abreg. Bahkan PHMJ nya pada keder sama kita ,” ujar salah seorang warga jemaat yang pada jamannya aktiv di Gerakan Pemuda.

Menurut saya, sah-sah saja orang berpendapat seperti itu. Tetapi, seharusnya diperjelas lagi, melempem apanya ? Jumlah anggotanya ataukah program GP itu sendiri.

Minggu pagi, saya sempat ngobrol dengan Gerry, saat itu sibuk menstabilo partitur lagu kantoria di gedung pertemuan sebelum kebaktian pagi. “ Menurut kamu, kenapa kok anggota GP makin hari makin ‘dikit ?” Gerry tersenyum, kemudian melepaskan stabilonya , “ Memang jumlahnya makin sedikit, tapi aku lebih senang begitu, daripada banyak orang tapi nggak berkualitas. Contohnya, dulu latihan nyanyi orangnya banyak, tapi giliran satu keluar semuanya ikut keluar, satu nggak datang semuanya nggak datang, masih mental rombongan! Sementara PS butuh orang yang berkomitmen. Kalau ditegur, besoknya malah nggak datang, kan repot kalau begini ?” kata Gerry.

Obrolan pagi kita terputus karena Gerry harus latihan, saya juga harus mempersiapkan peralatan musik untuk kebaktian pagi yang beberapa menit lagi menjelang.

Tetapi, obrolan tadi rupanya menggelitik perasaan saya untuk membahas hal ini lebih dalam.

Keanggotaan

Bicara soal jumlah anggota GP yang kembang-kempis dari tahun ke tahun, sebenarnya cukup menjawab keberhasilan pengurus dalam menjaring pemuda-pemudi Kristen. Salah satu indikator keberhasilan program ditentukan oleh kualitas dan kuantitas, secara kasat mata kita dapat menghitung berapa jumlah anggota saat ini ? apakah semakin banyak atau malah sebaliknya ?

Beberapa waktu lalu, saya sempat bertanya kepada Ita (Ketua GP Effatha) tentang database keanggotaan GP di semua sektor. Bila ada, ini sangat membantu untuk menjaring rekan muda yang ada di sektor untuk bergabung.

Data saja tidak cukup. Dibutuhkan aksi nyata untuk membuat data itu bicara. Misalnya, Pengurus GP pusat turun ke sektor untuk berdiskusi dengan rekan muda yang belum aktiv. Atau mudahnya, berkoordinasi dengan Koordinator Sektor masing-masing, tentunya untuk menggalang rekan GP.

Program

Sepintas saya melihat program Gerakan Pemuda saat ini, sudah cukup baik. Tetapi pertanyaannya “apakah implementasi program tersebut berbanding lurus dengan harapan.” Apakah sudah cukup menjawab kebutuhan rekan muda saat ini ?

Dampak dari program harus memberi nilai dan kemampuan yang akan menguntungkan rekan muda lainnya. Lalu, pastikan kepengurusan GP saat ini solid, Sehingga mereka mengetahui bahwa pengurus memiliki kualitas yang mereka butuhkan itu.

Mohon di ingat, Jika rekan muda tidak melihat kemampuan pengurus untuk berkontribusi, mereka tidak akan melihat adanya janji keuntungan bagi pengembangan diri mereka.

Bila pengurus menyumbangkan hasil yang baiknya tidak biasa kepada rekan muda ; suara Anda akan terdengar keras bahkan sebelum Anda berbicara. Jadi ; buatlah program yang tidak biasa tetapi “ruarrrr biasa”.

Batasi Pilihan

Petuah lama menyatakan bahwa dengan semakin banyak pilihan, seseorang makin mantap untuk memilih yang dia sukai dan hal ini mendorongnya untuk segera mengambil tindakan. Yang benar adalah sebaliknya ! Jika ada banyak pilihan dari tindakan yang Anda minta, seseorang akan kebingungan untuk memilih salah satunya. Tak seorangpun ingin berbuat salah dan berada pada posisi yang serba-salah. Semakin sedikit pilihan, semakin cepat orang memilih dan tidak menimbang-nimbangnya lagi.

Jadi, mendingan program nggak usah banyak-banyak, yang penting fokus. Kalau programnya banyak, lantas yang ngikutin dia-dia lagi, akhirnya cape dehh.

Manfaatkan Kesempatan

Saya melihat mading GP sudah cukup bagus. Tapi, kalau mau lebih bagus lagi, harus lebih kreatif, banyakin tulisan originalnya daripada cuplikan dari mana tau.

Kemudian, warta Jemaat yang ada saat ini, dari jaman Orde Lama sampai hari ini masih gitu-gitu aja. GP seharusnya memanfaatkan itu dengan membuat rubrik sendiri di dalam warta jemaat, supaya setiap minggu informasi atau cerita berbau GP selalu up date ke jemaat.
Kalau tidak salah dengar, GP sudah mempunyai millis. Ini menunjukan GP Effatha tidak gaptek. Mudah-mudahan dapat digunakan semaksimal mungkin, hal-hal yang berbau pribadi, janganlah di sebut-sebut di situ. Semua punya rasa, punya cinta, tapi kalau kangen cukup telepon, atau sms, jangan tulis di millis.

Saat ini, Chemby Hutapea (Ketua III PHMJ) sangat concern dengan kemajuan BPK Gerakan Pemuda. Sumbang saran dan bimbingan langsung seharusnya dapat ditindak lanjuti secara terintegrasi, Ini merupakan peluang bagi GP untuk meningkatkan kinerja dan stakeholdersnya.

Dalam kata sambutannya saat kebaktian HUT GP, Chemby juga menyinggung tentang keberadaan band GP sebagai pengiring jemaat dan akan diadakannya kebaktian minggu khusus pemuda, yang waktunya belum ditentukan.

Dirgahayu GP ke 58, Tuhan Yesus Memberkat

12 Juli 2008

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Perambah Hutan di Pulau BAWEAN


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Perambah hutan

Dalam upaya menyelamatkan dan melestarikan hutan lindung dan rusa endemik di pulau Bawean, Jawa Timur. Lembah bersama-sama masyarakat bekerjasama mengembangkan pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat perambat hutan. Kegiatan yang dilakukan dengan melakukan pengembangan media dan pelatihan bagi masyarakat.

Liputan Lapangan ke Desa Pudakit Timur, Kec. Sangkapura- Pulau Bawean
Perkumpulan SKALA / Antonius Ratu Gah

KASEPUHAN CIBEDUG Dalam Pengelolaan Kawasan Halimun


KASEPUHAN CIBEDUG Dalam Pengelolaan Kawasan Halimun

Gunung Halimun, memiliki keanekaragaman hayati, selain itu Halimun juga berfungsi sebagai kawasan tangkapan air untuk mensuplai air ke wilayah Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Komunitas di sekitar Halimun memiliki tatanan yang selaras dengan alam. Kearifan lokal yang mereka miliki merupakan bagian yang turut menjaga kelestarian lingkungan di sekitar Halimun.

Dalam kerangka memperkenalkan dan mempertahankan kearifan lokal inilah Rimbawan Muda Indonesia (RMI) membantu memfasilitasi proses negosiasi komunitas Wewengkon Adat Kasepuhan, dengan aparat setempat. Negosiasi ini merupakan salah satu proses manajeman pengelolaan ekosistem Haliman dengan melibatkan komunitas setempat.

Liputan lapangan ke Desa Citorek - Jawa Barat
Perkumpulan SKALA / Antonius Ratu Gah

Catatan Perjalanan Jakarta - Ciater - Ciwidey

Catatan Perjalanan
Jakarta –Bandung – Ciwidey


Musim liburan, jangan nekad

Gara-gara iseng ngeliat orang pade liburan, kite juga jadi pengen nihh jalan – jalan alias plesiran ke kota Bandung dan sekitarnya. Denger nyang namanye Bandung waktu jaman Belanda dulu disebutin orang “ Paris van Java “. Apa betul ? mungkin dulu kali beneer ... tapi nyang sekarang, bujud buneng ...tuhh mobil bererot kaya kutu mo kondangan kalo udah ari libur. Apelagi kalo kaya tanggal 5 Juli kemaren, wehh ... udeh kagak bisa di apa-apain, jalanan macet, hotel pade penuh, apalagi nyari tempat parkir ... Gile bener cing’ pegel badan di jalanan – juga pegel ati lagi, streesss banget ... Mo tau ga ceritanye ...

Begini beritanye...

Tujuan I : Ciater
Jam 06.04, Berangkat dari Joglo naik Kijang Innova X ngelewatin TVRI Senayan, terus ke arah Semanggi masuk Tol di depan Komdak bayar Rp. 5.500,- . Kenapa musti berangkat pagi, karena kita pikir kalau pagi-pagi banget jalanan kaga’ macet. Eh tau-taunya lumayan macet juga di kilometer 24 gara-gara ada truk nungsep ke tengah portal pembatas jalan. Nah... nyang bikin kesel, orang yang pada ngelewatin jalannya dipelanin, palanye ditengokin, ngebantuin kaga’ bikin macet ia’. Hampir setengah jam jalan medat-medut gitu.

Ngelewatin Tol Cipularang, Wow ema’ keren banget romannya, pemandangannya ijo-ijo banget, ngeliat sawah di kiri jalan, ngeliat langit aja warnanya udah beda ama di kita. Jalannya turun naek, weyy... cihuy abis. Keren banget dahh, syukurlah ari gini masih diberi kenikmatan ngeliatin berkat ALLAH untuk kite. Thanks God

Jam 08.20, Nyampe di pintu tol Padalarang Barat, disini kagak bayar, cuman tukar tiket doang.

Jam 08.30, tadinya kita mo ngelewatin Pasteur terus ke arah Setia Budi – Ledeng – Lembang – Ciater. Tapi waktu denger radio di mobil, katanye Pasteur udah macet total, kita jadi bingung. Untung ada tulisan “ Jalan alternatif ke Lembang lewat BAROS “ langsung cikar kanan keluar pintu Tol Baros, ongkosnya Rp. 36.500,-.

Ngelewatin Baros ini kali pertama jadi kita lumayan bingung, untungnya banyak nanya dan petunjuk jalannya lumayan ngebantu. Lewat terminal Pasar Baru – Cimahi Mall – terus arah Sekolah Kepolisian Cisarua – Rumah Sakit Jiwa Cimahi – Wana wisata Cimanggu Indah – Universitas Adven Indonesia – lewat Jl Kolonel. Masturi Lembang – Jam 09.23 kita udah keluar ke jalan raya Lembang di dekat hotel San Gria, nyang depannya ada pabrik susu. Lumayan cepat ketimbang kena macet di Pasteur, mendingan lewat jalan alternatif ini. Dari Jl. Raya Lembang – Jl Tangkuban Perahu, ngelewatin Holel Panorama – Putri Gunung Resort, bagus banget pemandangannya, udaranya udah seger, kiri kanan jalan ada pohon-pohon besar dekat bumi perkemahan menuju ke Tangkuban Perahu, juga kebon tehnya nggak kalah keren sama yang di Puncak.

Jam 10.00, Kita udah nyampe di Sari Ater, ongkos masuknya perorang Rp. 14.000,- mobil Rp. 11.000,- parkir mobil di parkir timur.

Suasana di Ciater

Saat itu pengunjung banyak banget, nggak tau dari kelurahan mana tuhh, pokoknya orang bejibun, banyak banget. Begitu masuk kita di sambut sama orgen tunggal yang maen lagu dangdut “terajana”. Penyanyinya bahenol pake baju merah menyala – goyangnya aje gile, sambil nyanyi dia neriakin penonton “ayo bang, di goyang bang”. Wahh seru banget nihh. Saking goyangnya bikin kita penasaran, kita nggak ngeliat ada orang di depan kita lagi nonton juga. Ceptottt, taunya kaki kita nginjek rantang makanan dia, aduh kagak enak banget ... tuhh telor dicabein pade lari kemane tau, sampe ada nyang ngegelinding masuk ke kolam orang mandi. Makin panik kita, “ Maaf Tante ga sengaja “ kata kite. Ehh dia nyaut : Wey pagi-pagi udah buta luh’ liat dong kalo jalan. “Maaf Tan, maaf Bu ... “ kata kita makin grogi. Ehh lagi gitu, tau-taunya ada anak kecil dari kolam bawain dua telor yang kecemplung ke kolam. “ Bu, ni telor semurnya,” kata si bocah. “ So tau luh, telor disemurin apaan ?” Maaf ya Tante,” kata kita nihh. Kita pengen jitak aja tuhh anak, lagaknya kayak ngerti telor semur aja. Padahal udah jelas-jelas telor dicabein udah kena air kolam yahh jadi telor goreng bulet kan? Sambil ngomong tadi kita ngeliat lauknya ibu tadi tinggal krupuk doang... Oh Tante Ibu maapin kita ye? Jangan salahkan kita ya. Kan udah minta maap.

Kita ngelewatin kolam renang yang tiketnya Rp. 20.000,- perorang, jalan di jalan yang sengaja dibuat pengelola untuk pengunjung. Kita kaget karena disepanjang jalan banyak tikar di gelar tapi kok kagak ada orangnya. Ohh, rupanya tikar itu disewain, harganya macam-macam, ada yang Rp. 50.000,- sampai Rp. 200.000 an, wehh mahal juga nihh, aji mumpung ... mumpung musim liburan.

Toiletnya Rp. 1000,- sekali masuk. Tapi lucunya waktu kita lagi pissen (buang air kecil) ada ibu-ibu di ruangan sebelah yang teriak. “Panas, panas, panas ... (kayak lagunya GIGI) sambil kedengaran gayung jatuh. He,he,he ... eh taunya waktu mo bayar toilet kita ngeliat ternyata ibu yang marahin kita karena nginjek rantang telornya itu, yang kepanasan tadi di dalem... Ihhh, syukurrrr, seruuu, lucuuuu. Namanya juga Ciater, tempat pemandian air panas. Yahh air mandi, air minum, semua aer disini panas, termasuk di toilet. He,he,he ... Panas,panas, panas ...

Begitu dapat lapak (sewaan tempat + tikar) ukuran 3 tikar disambung ( Rp. 50.000,-) , kita langsung ganti baju dan mandi di air terjun, ada 2 air terjun. Yang diatas lumayan bersih, yang dibawah lumayan ...(tau kan?) ada kolam yang agak besar, nggak dalam cuman sekitar 30-50 cm, jadi anak-anak juga bisa main-main di situ. Di sepanjang aliran air banyak orang yang sengaja berendem kaki ngilangin pegal-pegal, panu, kurap, kudis dan gatal-gatal lainnya. He,he,he ...

Kagetnya, ada pengamen juga di dalam tempat wisata ini, Surprise lagi, dia nyanyiin lagunya GIGI : panas, panas, panas ... hebat bener nihh pengamen, tau banget suasana hati kita.

Ada jungkat-jungkit, ada sepeda air yang cuman Rp. 5.000,- sekali naik, ada ice-cream yang lumayan mahal, dan juga pizza yang menggoda selera dan segala macam makanan sampai pecel lele.

Jam 13:42, keluar dari lokasi Ciater menuju ke Bandung. Rencananya kita mo mau nginep di Bandung.

Menuju Bandung

Lepas dari Lembang, nggak terlalu lama, kena macet di depan hotel Gumarang, macet banget sampai depan Ledeng baru bisa tarik napas. Macet lagi disekitaran Cihampelas. Keluar masuk hotel di Bandung, mulai dari hotel Santika, Novotel, Royal, Mitra, Millenia, Savoy Homan, Mutiara, Cipaku Indah, sampai hotel kecil seperti Hotel Serena di depan stasiun juga penuh. Keder banget, hotel besar dan kecil FULL. Akhirnya kita sepakat untuk makan yang panas-panas di Ganesha Resti & Cafe di Jl. Cimanuk 5A. Mie Bakso komplit Rp. 12.000,-. Mie Yamin Rp. 12.000,- sampai kedengeran adzan magrib. Waktu ngobrol sambil makan kecetus ide, gimana kalau nginap di Ciwidey.

Setelah ngecek hotel di Ciwidey penuh, akhirnya ada teman yang punya ide gimana kalau cari villa aja di sana. Karena nggak tau Ciwidey kayak apa, kita setuju-setuju aja.

Menuju Ciwidey

Jam 17.51, Berangkat dari Jl Cimanuk menuju Ciwidey. Kena macet hampir 30 menit di Jln BKR Lingkar Selatan, rupanya Bandung kalo udeh musim liburan kagak ada enek-enaknya. Macet cing!
Jam 18.50, Baru aja lepas dari kemacetan, ehh tau-taunya ban gembos pas di Jalan Mohamad Toha. Yach terpaksa bongkar pasang ban dulu sekalian bongkar muat penumpangnya, ada yang beli cemilan, ada yang nyari toilet, ribet kan ?
Jam 19.28, Ban udah beres ditambel tubles, langsung ngelanjutin perjalanan menuju Ciwidey. Baru 10 menit jalan, perasaan kita kayak dibanting-banting padahal jalanan nggak terlalu belobang, akhirnya kita mampir ke tambal ban lainnya untuk ngecek angin di ban yang baru di tambal tadi. Bujud buseng... tuhh angin ukurannya ampe 50, tinggi banget – aturannya kan 35 cukup. Wahh kalo deket aja, udah kita omelin tukang tambel nyang tadi.
Jam 20.14, Kita masuk ke jalan Soreang, perasaan jauh juga nihh, kapan nyampenya nihh. ‘ampeg banget dehh.
Jam 20.27, Masuk Jl. Banjaran. Kita udah seneng banget kata om yang bawa mobil udah deket, tapi kok perasaan dari tadi deket aje katanya. Kita iseng nanyain ; “emang pernah ke ciwidey sebelumnya,” jawab die “pernah sihh tahun 1978 tapinya.” Aje gile ... “ tahun 78” busyet... ente lagi buat jalan anyer penarukan terus mampir ke ciwidey maksudnya... lebay lu ahhh...
Jam 21.18, Syukur dehh, kita udah masuk jl. Raya Ciwidey, udaranya dingin.Sebelum masuk Jl.raya ciwidey kita ngelewatin jalanan yang lebar banget, panjang lagi, anehnya kagak ada lampunye. Nahh disitu kita ngeliat, banyak anak-anak mude pade nongkrong, pacaran dipinggir jalan. Kita pan naek mobil jadi kesenter dah tuh tampang roman picisan pade gelayutan dipinggir jalan, udah kaya si Amang nyang di Ragunan aja. Dalam ati kita nihh, uhh kalo di Jakarta luh, gue sempor ama air comberan luh... bukan apa-apa kita jadi sewot nihh ... hi,hi,hi ...
Setelah itu kita jalan menuju ke kawah putih, terus sampai ke penginapan milik PTP, al hasil rumah warga yang biasa disewain juga PENUH. Kita maksain sampai ke pintu penjagaan Situ Patenggang, SEMUA PENUH. Nggak ada satu penginapan pun. Tapi Satpam itu bilang : Pa, coba aja... di bawah ada Pilla Stoberi punyanya Koramil nyang baru diresmiin tiga bulan lalu, coba aja bapak ke sana aja. Barangkali masih ada yang kosong.
Akhirnya setelah melewati kebun teh ditengah kegelapan nyang bikin bulu kuduk bediri, kita sampe ke Villa Strawberry. Baru mo belok, Satpamnya udeh nyamperin,” Penginapan PUL BOK pa”. Ohh, udah penuh maksudnya. “Ngga apa-apa mang, numpang parkir dulu,” kata kita. Waktu itu udah nunjukin jam 22.45, Akhirnya kita sepakat, buka rantang ; makan malam dimobil, ditengah dinginnya malem. Udah kenyang, kita pade berunding... akhirnya diambil keputusan, pulang ke Jakarta malam ini juga !

Pulang ke Jakarta

Jam 13.15, Mobil menuju ke Jakarta, dengan rasa kecewa tentunye. Kali ini baru nyadar kita, kalo tadi kita jalannya muter-muter, harusnya kalau mau ke Ciwidey lewat tol KOPO lebih deket, dan ngga melenceng ampe Soreang and Banjaran. Uhhhh ... gemes...
Jam 02.38, tanggal 6 Juli 2008. Tiba di Jakarta setelah turun dari Ciwidey, masuk Tol KOPO – Cipularang dan tiba di Joglo.
Makasih Tuhan, akhirnya selamat juga kita di Jakarta. Saat itu Jakarta kosong kaga macet...
Abis selonjoran bentar, minum aer anget, cuci muka, ganti baju andddddddd
Jam 03.15, hssssssstttttt.hssssssssssssttttttttt ... hhhhhssssssssstttttttttttttttt.

Lain kali kalo ke Bandung, buking hotelnya dari jauh-jauh hari ya ? Salam untuk Bang Jauhari di gardu depan, selamat berjuang. Merdeka ...

Antonius Ratu Gah 8/07/2008

11 Juli 2008

Worldspace Indonesia

Radio Satelit Worldspace di Indonesia
Oleh: Antonius Ratu Gah

Direct Broadcasting Service adalah impian Indonesia sebagai negara ketiga pemilik satelit waktu itu. Tetapi, bertahun-tahun, barulah pada 2000 menjadi kenyataan dengan adanya Radio Satellite Worldspace di Jakarta, yang sampai saat ini baru mempunyai pendengar kurang lebih 40.000 orang dengan parangkat penerima 9.000, seperti dituturkan oleh Endy Badaruddin, Presiden Direktur Worldspace Indonesia di Jakarta. Di dunia, Worldspace mempunyai 7 juta pendengar.
Menanti Lima Tahun

Ia sendiri sudah merintis usaha ini sejak 1995. Tetapi sesudah semua perijinan beres, barulah pada lima tahun kemudian perusahaan patungan Worldspace Indonesia resmi berdiri dan beroperasi. Sampai hari ini perusaahan baru mempunyai tiga stasiun radio di Indonesia. Tetapi di samping itu juga memproduksi perangkat penerima satelit juga. Dari pengalaman operasi selama ini para penggunanya adalah orang di kawasan terpencil, yang sangat memerlukan informasi.
Perangkat Penerima Baru
Dengan adanya sistem siaran langsung dari satelit, memang perangkat radio pun harus ada, berbeda dengan yang selama ini ada di pasaran. Pada prinsipnya, perangkat penerima haruslah mempunyai terminal langsung dapat menerima sinyal digital dari Satelit. Jadi berbeda dengan misalnya perangkat untuk gelombang pendek, menengah dan FM.
Siaran Melalui Uplink ke Satelit
Satelitnya pun berbeda dengan satelit Palapa. Melalui satelit Palapa, tidak dapat langsung ke pesawat penerima yang misalnya menangkap siaran RRI. Karena dengan Palapa, RRI harus mempunyai stasiun bumi yang kemudian memancarkan sinyal ke perangkat penerima. Radio Setelit Worldspace inilah yang benar-benar boleh dikatakan sebagai DBS (Direct Broadcasting Service).
Mengenai Worldspace , Thomas Aquinas Sucipto, Multi Media Business Development Manager PT Worldspace Indonesia mengatakan:
Kenyamanan
Mutu suaranya? Prima, karena digital. Distorsi seperti fading dan gangguan yang umum terjadi pada pesawat analog pada perangkat penerima tidak ada.
Terdapat tiga uplinks di dunia untuk melayani tiga satelit Worldspace, terdapat di Singapura, Johannesburg dan Merlbourne. Melalui uplink ini siaran dikirim ke satelit dengan kecepatan 32-128 KBps. Dari satelit langsung diarahkan ke pesawat penerima. Sucipto menambahkan audio jernih, karena sinyal diolah secara digital. Liputan lebih luas. Satelit ini menyiarkan acara melalui 8 saluran khusus untuk musik.
Menyalurkan Multi Media
Sucipto mengatakan Worldspace bukan hanya menyalurkan audio, tetapi juga multimedia, berupa teks, gambar, foto atau video. Itulah sebabnya broadcast sepertii BBC, CNN, RRI sudah memulainya. RRI pun kini sudah menjadi pelanggan Worldspace, untuk melengkapi daya liput yang selama ini hanya 67% wilayah Indonesia, dengan Palapa, kini dengan Worldspace menjadi 100%, tutur Sucipto dan Badaruddin.
55 Penyedia Layanan
Layanan ini meliputi audio langsung ke perangkat radio, tetapi juga multimedia, Direct Media Service. Kalau Internet selama ini juga disebarkan melalui Satelit, Worldspace melalui 55 provider yang sudah tergabung, termasuk yang sindikat, WRN, kelak juga menyebarkan koran, seperti Kompas dalam ujud nyatanya, bukan cybermedia.
Proyek Lain
Jadi pengguna Worldspace ini bukan hanya pendengar radio, tetapi juga yang ingin membaca teks, melihat TV (video) dan juga gambar-gambar atau foto. Sasaran utamanya bukan hanya pendengar biasa, tetapi juga sasaran khusus dengan isi yang khusus seperti para dokter, universitas jarak jauh, atau e-government yang melayani peraturan/undang-undang atau kalau pemerintah ingin memasyarakatkan sesuatu topik, atau bisa juga melaporkan pemilihan umum, dan tentunya sidang jarak jauh. Pelayanan Worldspace kini menjangkau proyek khusus teristimewa untuk mereka yang bergerak di bidang bursa saham.
Kelengkapan Perangkat
Untuk meneruskan multimedia pada perangkat sudah dilengkapi data-port disalurkan melalui USB dan komputer. Saluran untuk Direct Media Service dengan kecepatan 128 KBps menerima 55 isi dari provider DMS. Karena saluran telepon tetap di Indonesia kurang, maka menggunakan Worldspace data multimedia dapat terkirim ke berbagai sasaran, termasuk kesehatan, dan pariwisata.
Menambah Satelit
"Tapi," tambah Sucipto, kami akan menambah satelit lagi untuk menyalurkan lebih banya data dan acara, melalui berbagai penyedialayanan, seperti lagu-lagu masa lalu, kesehatan, olahraga, hiburan lain.
Memproduksi Perangkat Penerima
Worldspace bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan elektronik lain seperti Sanyo, Hitachi, JVC, Panasonic (Jepang, SBI (tahiland) Polytron (Indonesia) dan perusahaan lain memproduksi perangkat penerima satelit.
Harga Perangkat
Perangkat baru satelit harganya sekarang ini Rp.1,3 juta - Rp. 1,76 juta. "Tetapi," kata Endy Badaruddin, "pada 2003 nanti akan turun menjadi Rp.500.000,00 karena adanya perangkat produksi Korea dan Cina. Mengenai pelanggan audio, Badaruddin menjelaskan:

Kemungkinan Kerjasama dengan Radio Nederland
Bagaimana kemungkinan kerja sama dengan Radio Nederland? Endy Badaruddin tentu saja sangat antusias. Ia menjelaskan dengan slot satu jam siaran, banyak yang dapat dilakukan oleh Radio Nederland untuk berkomunikasi dengan orang Belanda yang ada di Indonesia dan sebaliknya, orang Indonesia yang ada di Belanda. Kerja sama ini dapat diperluas dengan Telekom atau KLM. "semacam Voice away from home,"

Berita ini telah disiarkan oleh Radio Netherlands dalam acara DX Komunikasi

10 Juli 2008

pengakuan atas hak kelola sumber daya alam di ngata Toro - Sulawesi Tengah



Pengakuan kelola sumber daya alam di Ngata Toro

Salah satu bukti nyata masyarakat bisa memperoleh hak kelola atas wilayah adatnya adalah Model Pengakuan dan pengelolaan sumber daya alam di Ngata Toro Kecamatan Kulawi yang diberikan oleh Ka. Badan Taman Nasoinal Lore Lindu. Tentu saja pengakuan pengelolaan tersebut harus dilengkapi dengan mekanisme kontrol, monitoring dan evaluasi yang transparan secara berkala dari pihak-pihak yang berkepentingan

Liputan lapangan ke Ngata Toro – Sulawesi Tengah
Perkumpulan SKALA / Antonius Ratu Gah - Ngata Toro (Sulawesi Tengah)

Membangun mimpi di tanah milik Negara


Membangun mimpi di Tanah milik Negara

Dinas kehutanan belum berani mengakui masyarakat bisa mengelola hutan, sementara masyarakat masih trauma dengan pengusiran masyarakat pengelola hutan beberapa tahun lalu.

Pengalaman organisasi rakyat SHK Lestari yang wilayah kelolanya di dalam Tahura Wan Abdurrahman Lampung menunjukan bahwa masyarakat mampu mengelola hutan tanpa banyak campur tangan Negara.

Kolaborasi dipilih sebagai media pengelolaan Tahuara WAR. Di dahului dengan meletakkan kejelasan status pengelolaan terlebih dahulu.Diharapkan terjadi kolaborasi proses dialog yang mendalam sampai ke penyusunan perencanaan kerja bersama.

Liputan lapangan ke Tahura WAR
Perkumpulan SKALA / Antonius Ratu Gah

Melepaskan Burung Maleo


Melepaskan burung Maleo

Burung maleo (macrochepalon maleo) dari famili Megapodidae adalah satwa yang unik. Keunikannya terdapat pada besar telurnya dan cara meletakkan telur agar menetas. Burung Maleo tidak mengerami telurnya, tetapi meletakkan telurnya pada lubang-lubang tanah atau pasir yang digalinya terlebih dahulu dengan kedalaman antara 30-35 cm. Telur dibiarkan menetas yang lamanya mencapai 57-75 hari.

Di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, lokasi peneluran burung Maleo dapat dijumpai di Pakuli. Lokasi ini dipilih karena merupakan titk-titk sumber air panas bumi yang digunakan burung Maleo meletakkan telur-telurnya

Dari sekian banyaknya lokasi habitat peneluran Maleo di Sulawesi Tengah, diharapkan pengelola Badan Taman Nasional Lore Lindu, dapat memberikan pengakuan kepada masyarakat di desa Pakuli.

Liputan Lapangan ke Pakuli – Sulawesi Tengah
Perkumpulan SKALA / Antonius Ratu Gah

Komisi Musik Gereja, Terbelenggu tradisi lama

KOMISI MUSIK GEREJA, Terbelenggu Tradisi lama



Musik gereja di tubuh GPIB tetap terbelenggu dengan tradisi lama, dan makin hari makin kehilangan makna. Komisi Musik dibentuk dengan seadanya tanpa pembekalan yang berarti, hampa tanpa visi dan strategi.

Setiap kali mendengar hal seperti ini, pikiran kita, apakah sebagai Pendeta, Penatua, Diaken atau jemaat selalu diarahkan pada pentingnya mencari orang-orang berbakat musik untuk duduk di Komisi musik dan nyanyian gerejawi. Seakan-akan dengan mendapatkan orang “kawakan di bidang musik”, urusan jadi beres.

Nyatanya tidak. Di sebagian gereja Komisi Musik hanya menjadi bagian yang tidak memegang peranan. Seringkali, saran dan masukan di tolak mentah-mentah oleh SMJ (Sidang Majelis Jemaat) lantaran program yang diajukan dianggap menghabiskan keuangan jemaat.

Ini terjadi, di saat para Pejabat gereja tentunya tidak memahami, bahwa musik dan nyanyian gereja saat ini, membutuhkan perhatian lebih.

Coba bayangkan, di gereja lain contohnya ; hanya karena musiknya lebih bagus (musik pengiring ibadah) orang berbondong-bodong, antre untuk ikut kebaktian. “Saya merasakan ada kelepasan di sini, saya merasa saya di berkati di tempat ini,” kata seorang ibu usai kebaktian di gereja tersebut.

Ada kerinduan, ada harapan dari jemaat, agar musik pengiring ibadah berubah ke arah yang lebih baik. Tentunya diharapkan sangat, jauh dari kesan duniawi.

Persiapan hati bagi elemen musik gereja, seperti oraganis, pianis, pemandu lagu, kantoria (pengiring jemaat), prokantor (dirigen jemaat) sangat dibutuhkan. Kita tidak bisa asal-asalan memuliakan ALLAH. Dibutuhkan waktu, komitmen, pengabdian yang seutuhnya untuk bekerja di ladang Tuhan sesuai talenta kita masing-masing.

Melihat perkembangan musik dan nyanyian gereja seolah-olah jalan di tempat, rasanya cukup mengecewakan. Apakah kita sudah kehilangan para pemusik gereja. Ke mana pejabat gereja yang tiap kali di Sidang Majelis Jemaat berdebat mengenai masalah keuangan tapi tidak membicarakan program untuk jemaat.

Terkadang gereja terjebak dengan tradisi dan kenangan lama. Musik dan nyanyian gereja tidak berubah tidak masalah, yang penting ibadah jalan terus. Padahal Alkitab membahas berkali-kali tentang musik dan nyanyian dalam ibadah, karena dianggap “penting”. Ya, penting agar ALLAH bersemayam di atas puji-pujian sewaktu ibadah berlangsung.

Yang dikuatirkan adalah, Musik dan nyanyian gereja terbelenggu dengan tradisi lama, dan makin hari semakin lumpuh. Komisi musik sibuk dengan urusan administrasi mingguan seperti mengatur jadwal paduan suara, organis, dll. Sementara itu, jemaat berharap banyak, respon komisi yang lamban terbentur birokrasi gereja. Kreativitas mandek, Salahnya di mana ?

Memahami musik dan nyanyian gereja tidak semudah yang kita bayangkan. Dibutuhkan kesamaan persepsi antara Komisi Musik dan seluruh jajaran gereja, seperti Pendeta, Penatua, Diaken dan warga jemaat seluruhnya. Kerinduan yang sama, kerinduan akan musik gereja yang diurapi, biar semua jemaat paham,” Musik dan nyanyian gereja yang indah dalam tatanan liturgis yang baik, menjadikan ibadah kita jauh lebih bermakna.”

Antonius Ratu Gah / 9 Juli 2008
Ketua Komisi Musik & Nyanyian Gerejawi GPIB “Effatha” di Jakarta.

08 Juli 2008

Aksi awak Green Press di COP 13, Nusa Dua Bali.



Aksi awak Green Press, Giat meliput setiap berita dari kampung CSF ( Civil Society Forum )dengan tajam, lugas, dan terpercaya. Selama 10 hari meng up-grade berita langsung untuk media lokal dan radio Internasional, seperti Radio Netherlands dan SBS ( Sydney Broadcasting System )

Rileks

Rileks

Kemarin siang aku melihat, ada seekor lebah yang panik karena ingin segera terbang keluar ruangan. Lucunya berulang-ulang lebah itu membenturkan kepalanya ke jendala yang tertutup ? Ha, ha, ha ... sekilas aku nyeletuk “ Nyante aje kali, rileks dikit dong.”

Tapi itu juga gambaran gaya hidup kebanyakan orang di jaman posmo sekarang ini.

Kalau dulu, tuntunannya menghasilkan uang yang lebih besar dan lebih buanyak, kalau sekarang ditambah lagi harus semakin cepat. Speed atau “kecepatan” itu yang menjadi nilai tambah. Karena itu, hidup mesti berpacu dengan waktu.

Lihat saja, banyak orang yang sakit belakangan ini karena hidupnya penuh dengan ketegangan, kepenatan, stress yang tak tertahankan. Akhirnya, obat-obat untuk mengatasi itu terus bermunculan. Padahal ada solusinya, ditanggung manjur dan tidak ada biaya sama sekali : rileks.

Kita kembali ke cerita lebah tadi, saking paniknya dia harus membenturkan kepalanya ke jendela berkali-kali. Padahal, astaga ... kalau sedikit lebih rileks saja, lebah itu akan melihat lubang di dekat jendela itu, dan keluar tanpa kesulitan. Sama seperti kita bukan ? kadang kita punya maksud baik, punya segudang kemampuan berusaha, dan punya kerelaan berkorban yang hampir tiada batas. Sayang banget, ente cuman kurang atu aje ; Rileks

Akhirnya aku mengerti, mengapa sebelum bermeditasi kita harus memerintahkan semua otot tubuh kita kendor dan rileks. Karena pada saat otot kita tidak tegang, maka ketenangan pun pelan-pelan merambat masuk ke relung sukma. Sesudahnya, kita merasakan kesegaran bathin yang ruarrr biasa.

Jadi. Jangan tegang, jangan panik ....rileks , nyante aje kali ... ha,ha,ha ...
MMTC
Sekolah Tinggi MMTC Yogyakarta Sanggup Melayani Negara Berkembang
Oleh:Antonius Ratu Gah

Sumber daya manusia Indonesia yang cakap, mumpuni dan siap pakai sebenarnya masih kurang. Itulah sebabnya, pendidikan haruslah ditingkatkan. Negeri Belanda misalnya, yang sudah mempunyai tradisi Universitas lama pun masih harus mengembangkan sumber daya manusia yang siap pakai. Di dunia komunikasi, terutama bidang radio dan televisi serta teknologi informasi dan komunikasi, Indonesia masih sangat ketinggalan. Berikut laporan dari Yogyakarta mengetengahkan Sekolah Tinggi
"Multi Media Training Center" bersama Direktrisnya, Utik Ruktiningsih.

Untuk karyawan RRI dan TVRI
Demikianlah awal mula Media Training Center muncul di Yogyakarta dengan keperluan mendidik karyawan RRI dan TVRI. Dalam perkembangannya pemerintah Jepang juga masih tetap menaruh perhatian, karena melihat perkembangan yang baik di Indonesia. Sangat logislah kalau radio dan televisi serta teknologi informasi dan komunikasi berkembang, produk Jepang akan digunakan oleh para pengguna yang banyak jumlahnya di Indonesia. Program yang dikembangkan di sekolah tinggi dituturkan oleh Utik Ruktiningsih.
Pro dan kontra D4

Untuk meningkatkan diri, maka usaha terakhir adalah menjadikan tingkat pendidikan ini dari hanya D1- menjadi D-4, program empat tahun setara sarjana muda. Memang sangat dirasakan kalau untuk berkembang orang harus mendiskusikannya berkepanjangan, karena ada yang pro dan kontra.

Siapa Mahaiswa MMTC?
Kurikulum pun dikembangkan. Bukan hanya untuk bidang studi penyiaran saja, tetapi juga komunikasi dan informasi. Pada saat bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu, 2 Desember 2000 maka resmilah Sekolah Tinggi MMTC memiliki program D4. Kurikulum diterapkan dan dilaksanakan empat bulan sesudah diresmikannya D4. Bagaimana pun sumber daya manusia dari RRI dan TVRI cukup banyak. Tetapi MMTC bukan hanya untuk mereka yang sudah bekerja, tetapi juga untuk pegawai pemerintah daerah dengan pilot proyek Pemda Yogyakarta. Lalu umum yang baru saja lulus dari Sekolah Menengah Umum. Di samping itu ternyata peminat berdatangan dari bidang-bidang lain Universitas.

Negara Berkembang Lainnya
Dengan bertambahnya program, maka TV dan stasiun radio swasta pun melirik pendidikan ini. Jepang tetap memperhatikan perkembangannya, walaupun alat-alat yang diberikan masih tetap analog. Beruntunglah, MMTC dapat mendidik tenaga-tenaga dari negara sahabat, dunia berkembang lainnya. Kursus pendek diselenggarakan lima kali dalam setahun. Tahapan berikutnya untuk lima tahun.

Perangkat Digital dan Gedung Baru
Jepang sangat memperhatikan perkembangan peralatan MMTC, sehingga pada 2002 telah dijanjikan perangkat digital akan diberikan, sehingga pada 2003 sudah digunakan peerangkat tersebut. Untuk itu pembangunan gedung baru pun dilaksanakan, sehingga pada 2004 gedung lama sudah ditempati perangkat digital.
ICT atau Teknologi Informasi dan Komunuikasi
Mengantisipasi perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, MMTC mengembangkan jurusan ini pada 2004 dengan persiapan pada 2003. Utik Ruktiningsih mengatakan, dengan makin banyaknya stasiun televisi, tidak perlu lagi orang membeli program asing, asal para karyawan mempunyai dasar pendidikan yang sama, sehingga mereka dapat mengembangkan budaya nasional dengan baik. Terbukti hasil lulusan MMTC dapat menjadi produser di beberapa stasiun TV.

Lembaga Pendidikan Lain yang Sejenis.
Pendidikan semacam ini haruslah mengikuti kapasitas MMTC, sehingga pemerintah tidak akan membiarkan lembaga pendidikan yang tidak mempunyai gedung dan peralatan lengkap boleh terus.

Staf Pengajar
Staf pengajar berasal dari MMTC sendiri, ditambah dosen-dosen dari Gama, UI atau lembaga pendidikan lain. Dosen sangat banyak diperluikan, karena satu mahasiswa ditangani oleh 5 dosen pembimbing. Filsafat dasar MMTC mengembangkan tanggungjawab pribadi pada mahasiswa, karena mahasiswa akan menangani peralatan yang sangat mahal.

Persyaratan
Persyaratakan menjadi peserta program D1-D4 pertama dari kedinasan, yaitu RRI dan TV dengan batas umur tidak boleh lebih dari 45 tahun, diusulkan oleh lembaga bersangkutan dan harus menjalani testing tertulis dan lisan ditambah psichotest, karena menurut Utik Ruktiningsih, menjadi penyiar tidak sama dengan pekerjaan lain, harus berbakat. Jadi, apabila tes kejiwaan tidak lulus, maka tidak akan dipanggil.Testing diadakan pada tiap Agustus karena perkuliahan dimulai pada September.

Jumlah Mahasiswa Dibatasi
Tiap tahun diharapkan ada 75 peserta dan mungkin 125 orang. Yang diperlukan bukan banyaknya, tetapi kualitasnya. Itulah sebabnya, tiap tahun diadakan temu orang tua dengan para dosen,, supaya motivasi orang tua mengirimkan anak-anaknya juga mempunyai dasar yang kuat.

Program
Program studi yang ada sekarang ini adalah Produki, Pemberitaan dan Peralatan dengan lebih mengutamakan manajemen. Biaya pendidikan 4,5 juta rupiah. Tetapi mahasiswa pandai mendapat potongan 1 juta.

UU Penyiaran dan Pengaruhnya
Menyinggung masalah Undang-undang Penyiaran Ruktiningsih mengatakan memang ada pengaruhnya, tetapi MMTC tidak membedakan besar kecilnya perusahaan atau kedudukan seseorang di dalam perusahaan. Yang penting bagi MMTC adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, trampil dan siap pakai.

Kerja Sama
Kerja sama yang dilakukan selama ini terutama dengan Jepang, Jerman dan bahkan India. MMTC sudah diagendakan di dalam PBB. Karena itu Utik Ruktiningsih juga mengharapkan Pemerintah Belanda dapat bekerja sama dengan MMTC dengan misalnya mengundang dosen atau mahasiswa untuk belajar, "Paling tidak dapat memanfaatkan studi yang ada." kata Ruktiningsih mengakhiri wawancara.

Hutan Hejo Masyarakat Ngejo

Oleh : Antonius Ratu Gah

Mengkoordinir masyarakat yang menggarap kawasan hutan bukanlah hal yang mudah, apalagi membuat perencanaan hutan di desa Saninten Pandeglang. Omang Mansur (47) berhasil mengkoordinir masyarakat desa bersama LATIN (Lembaga Alam Tropika Indonesia) membuat Perencanaan Desa Hutan. Caranya sederhana, hanya mencari apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat sekitarnya.

Laki-laki asli Pendeglang ini bercerita, sebenarnya usaha untuk membuat perencanaan desa hutan di desa Saninten itu, bermula dari kekuatirannya melihat pengelolaan hutan yang semakin parah didesanya. Awalnya ada keragu-raguan. Beruntung, ketika ada organisasi seperti LATIN yang memfasilitasi masyarakat di desanya untuk membuat apa yang menjadi harapannya.

“ Dulu, ketika saya kecil, saya bebas main di hutan sambil makan buah-buahan yang ada di dalamnya. Tapi sekarang, sudah ada aturan main tentunya. Bisa dibayangkan hijaunya hutan kami sampai dibilang orang “bujal” (pusar) dari wilayah Banten.

Namun, Omang sadar, tidak mudah mengajak orang sedesanya untuk memikirkan perencanaan untuk desanya sendiri. Bersama dengan LATIN, Omang mengajak masyarakat untuk urun rembug bicara soal kelola hutan yang nantinya berguna di kemudian hari.

Cara yang dibuat Omang ternyata tak keliru. Bersama masyarakat desa membentuk tim, masuk keluar hutan untuk orientasi lapang. Mendata potensi yang ada di hutan Saninten Gunung Karang, mengumpulkan, kemudian merumuskannya bersama-sama. Apa maksudnya ? supaya data yang telah di rumuskan secara manual bersama dengan Badan Perwakilan Desa, tokoh masyarakat dan kelompok tani dapat dipertanggung jawabkan.

Rupanya tidak cukup sampai disitu. Data ala kadarnya dikirim ke LATIN Bogor untuk di komputerisasi, sekaligus dikaji lebih dalam oleh para ahli dibidangnya untuk keakuratan data tersebut. Selama proses berjalan, bukan sekali dua kali harus kembali ke Saninten untuk mengecek keberadaan data sebenarnya.

Perencanaan Desa Hutan yang sudah rampung, dilokakaryakan di tingkat kebupaten. Mujio, Wakil Bupati Pandeglang beserta dua puluh dinas yang terkait dengan perencanaan desa hutan, hadir dalam kesempatan itu. Beberapa dinas yang hadir diantaranya dinas Lingkungan Hidup, Perkebunan, Pendidikan dan lainnya, terlibat aktif membahas kepentingan masyarakat Saninten.

Tentu berbeda dari biasanya, Kali ini masyarakat sendiri merencanakan apa yang menjadi kebutuhannya. Diantaranya, membatasi lahan garapan hutan di ketinggian 1000 mdpl, mereboisasi lahan sepanjang sungai, membuat jalan ke hutan, tata kelola air hingga reboisasi mata air di kampung Cikupa dan lainnya.

Dari lokakarya, beberapa saran diterima oleh Dinas untuk ditindak lanjuti .Sementara yang ditolak, di bawa ke desa agar dibahas dan hasilnya dikirimkan kembali ke Dinas terkait.

Tanggapan Dinas Kehutanan contohnya, hutan tidak ada batasan administrasinya lagi, Pemda dapat membantu Kehutanan. Masyarakat boleh menanam dan menikmati hasil hutan, asalkan memenuhi aturan hibah yang disepakati. PMDH pun mempunyai banyak program pemberdayaan masyarakat desa hutan. Dinas Kehutanan Propinsi juga siap bantu membuat jalan menuju Sumur Tujuh sebagai wizata ziarah yang kebetulan berada di kawasan tersebut. Beberapa Kelompok tani diberi bibit tanaman muncang, kemiri, picung, rotan.

Latin berharap masyarakat dapat diberikan batas garapan yang jelas mengingat kerancuan antara hutan lindung dan PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat) . Pemerintah bertugas mensejahterakan masyarakat, apalagi telah dibantu perencanaan yang didalamnya termuat jelas peta wilayah sesuai dengan fungsi potensi hutan.

“Setiap kali saya masuk ke hutan, saya selalu tersenyum dan berharap Hutan hejo masyarakat ngejo (hutan hijau masyarakat sejahtera) he-he-he,” kata Omang sambil mematikan rokoknya setelah hisapan panjang terakhirnya.