28 Februari 2009

Komisi Musik Gereja " Rindu Perubahan "


Terbelenggu ke Dalam

Untuk mereka yang selalu berkaca pada kepentingan hari ini dan disini, agar memperoleh kearifan yang melapangkan jalan pembaharuan ...

Banyak masalah yang dihadapi Komisi Musik Gereja saat ini. Khususnya dalam tubuh gereja Protestan yang nota bene beraliran calvin lebih mengutamakan khotbah ketimbang pujian.

Dalam satu lokakarya tentang musik gereja yang diadakan oleh GPIB tahun 2008, terlihat jelas perkembangan musik gereja masih terbentur dengan aturan-aturan yang membatasi.

Seumpama, tidak semua lagu bisa dinyanyikan dalam gereja. Lagu yang boleh dinyanyikan hanyalah lagu gereja sedangkan lagu rohani tidak diperkenankan. Lagu-lagu rohani dicontohkan seperti lagu-lagu penyembahan dan lagu-lagu ciptaan Jonathan Prawira, Franky Sihombing dll.

Ironisnya, seminggu setelah lokakarya tersebut, ada seorang Pendeta yang diakhir khotbahnya menyanyikan lagu Rohani “ Semua baik “ sebelum mengakhiri khotbahnya, dan direspons oleh jemaat dengan menyanyikannya bersama-sama.

Ini artinya apa ? apakah jemaat juga merindukan lagu-lagu rohani itu menjadi bagian dalam nyanyian liturgi kita ? Tentu cara menjawabnya pun tidak semudah itu.

Memang dunia sudah berubah, tuntutan-tuntutan baru bermunculan. Begitu juga dengan musik gereja : begitu banyak lagu rohani yang baik dan memberikan pencerahan seusai kita menyanyikannya. Apakah karena alasan lagu tersebut bersifat pribadi dengan Tuhan lantas lagu rohani tersebut tidak boleh dinyanyikan dalam gereja kita ? Pertanyaannya apakah lagu Ya Tuhan Bila Hati kawanku dalam Kidung Jemaat juga tidak bersifat pribadi antara kita dengan Tuhan? kok bisa dinyanyikan ? lantas bagaimana dong ?

Sementara itu, ada HKBP di Bandung yang giat memasukan lagu rohani dalam ibadahnya dan jemaatnya pun bertambah banyak. Demikian juga dengan salah satu gereja di Yogya melakukan hal yang sama dan jemaat pun merespon dengan baik. Sementara kita masih asyik dengan keterikatan kita dengan dogma-dogma lama yang mengikat dan enggan diajak nunut dengan perubahan yang ada.

Lucunya lagi, dalam diskusi dengan majelis kami di gereja, masih ada yang menyatakan “dari dulu kita sudah begini, mau diapakan lagi?”. Mendengar jawaban itu saya berpikir : Seakan-akan ada faktor keturunan, semacam genetika yang sudah terkunci di sana dan tidak boleh berubah.

Dunia yang tidak seperti dulu lagi. Ketika pikiran para pembuat perubahan di abad ini sudah jauh di depan,pikiran-pikiran sebagian besar orang kita masih di masa lalu. Gerejanya berubah, manusinya belum.

Hendaknya ini menjadi perenungan kita bersama ketika kita mengharapkan adanya perubahan menuju pelayanan yang sejati tentunya. Harapan masih tetap ada, semangat masih tetap menyala, dan doa masih terus dipanjatkan agar HADIRAT ALLAH terjadi dalam setiap ibadah kita.

ANTONIUS RATU GAH
Ketua Komisi Musik GPIB EFFATHA JAKARTA